Friday, April 17, 2015

Kabar Pondok (VIII): Santri Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah mengikuti seleksi beasiswa kuliah S-1 ke Jepang

Alhamdulillah, syukur dan senang dapat informasi bahwa dua orang santri Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah dapat mengikuti seleksi beasiswa untuk dapat kuliah s-1 di jepang. Kami Ikatan Alumni Santri Al Mawaddah Warrahmah mendoakan yang terbaik buat adinda Asri Mawaddah (Adik dari salah satu teman IKAS PPAW Saudari Failal Ulfi, Mowewe) dan Maulvi Inayat Ahmad Tanaka (Anak dari salah satu pembina IKAS PPAW Ust. Dr. Ahmad Tanaka, M.Pd). Semoga Lolos dan diberikan yang terbaik oleh Allah, Aamiin.
"Tuntutlah ilmu walau neger china"... Ya betul sekali,, Jepang-kan tetanggaan dengan china hehehe :-)

Tuesday, April 14, 2015

Kabar Pondok (VII): Kadis KOPERINDAG kab. Kolaka sebagai Tim Penilai Kualitas Kerja Amaliah Mahasiswa STAI Al Mawaddah Warrahmah

 Dalam rangka peningkatan mutu kualitas mahasiswa maka pihak kampus melakukan Kuliah Kerja Amaiyah Profesi di berbagai perusahaan seperti PT. Bosowa Makassar, dan Asuransi Syariah Takaful. Harapannya, mahasiswa dapat paham tentang sistem kerja ekonomi syariah di tengah masyarakat, sehinnga tidak kaku ketika akan memulai pengabdian dan pendampingan masyarakat dalam pembangunan sistem ekonomi masyarakat syariah nantinya.

Bertempat di gedung rektorat lantai 1 Rabu, 8 April 2014 STAI Al Mawaddah Warrahmah Kolaka. DR. Asmani Arif, SE, M.Si. Kepala Dinas KOPERINDAG kab. Kolaka memberikan penilaian Presentase mahasiswa kuliah kerja amaliyah profesi, Program Studi Ekonomi Syariah. Selain dari Pihak Pemerintah, hadir juga pihak praktisi dari Bank Muamalat Indonesia.
DR. Asmani Arif, SE, M.Si. Kepala Dinas KOPERINDAG kab. Kolaka (Kiri gambar)

Dari Sekolah Tinggi menuju Institut Al Mawaddah Warrahmah


"Setiap Permulaan itu memang sulit", "Ketika pohon kelapa semakin tinggi, maka semakin kuat angin akan menerpanya", "Tapi semua itu akan mudah ketika, kita mendekat ke yang punya semua itu (Allah)".

Itu berbagai nasehat, yang admin dapatkan dari Syekh Ma'had Al Mawaddah Warrahamah selama mondok. Beberapa bulan yang lalu admin sedang di jakarta mengurus Program Pengabdian Pasca Lulus di Direktorat PD PONTREN KEMENAG RI, Allah menunjukkan kuasanya untuk dapat bertemu dengan Syekh Ma'had dan azatiz lainnya.
Beliau semua, berkunjung ke Kantor KEMENAG RI dalam rangka Alih Status Sekolah Tinggi Al Mawaddah Warrahamah menjadi Institut Al Mawaddah Warrahamah. Alih status ini menurut Syekh Ma'had adalah upaya peningkatan kualitas instititusi pendidikan tinggi agama islam bernuansa rahmatan lil alamin, dengan alih status ini diharapkan bertambah pilihan program studi terintegrasi nantinya di kolaka. Dalam periode ini, sebut saja Pendidikan Agama Islam, dan Ekonomi Syariah menjadi primadona kampus yang baru berdiri ini. Usaha peningkatan mutu ini, tidak hanya sampai alih status, tetapi penjaminan mutu pendidikan dapat dilihat dari upaya Pihak Kampus untuk dapat memperoleh Akreditas B untuk semua program studi yang dimiliki. Memang tidak mudah memang, tapi kata syekh ma'had " Kalau Allah yang mau, Insya Allah ada jalan"

Dari kiri ke kanan : Ust. Masry Daman, S. EI, MA (Ketua Prodi Ekonomi Syariah), Dr. K. H. M. Zakariah, MA (Ketua STAI Al Mawaddah Warrahmah/Pinmpinan Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah), dan Dr. Ahmad Tanaka, M. Pd (Pembantu Ketua I Bidang Akademik dan Penelitian)

Kabar Pondok (VI): AKB H. Muhajir Al Muraj, SH dalam acara " Silaturrahmi dan sosialisasi keamanan berkendaraan"

Doa kami "Semoga Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah selalu diberkahi Oleh Allah SWT"

Beberapa hari yang lalu, admin telah mendapatkan kabar bahwa ada kunjungan  AKB H. Muhajir Al Muraj, SH, sebenarnya beliau adalah sosok yang dekat dengan pondok. Semoga dengan kunjungan beliau membawa manfaat kepada khalayak ramai.







Friday, April 10, 2015

Masalah Donor Asi

ASI merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam al-Quran sendiri terdapat anjuran untuk memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir sampai berumur dua tahun.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَة
“Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang menghendaki menyusuinya secara sempurna” (Q.S. Al-Baqarah: 233)
Pertanyaan kedua terkait dengan kualitas dan kuantitas ASI yang bisa menyebabkan terjadinya hubungan mahram. Kualitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram memang kami belum menemukan jawaban yang memadai. Namun sepanjang yang kami ketahui dalam soal kualitas ASI yang menyebabkan adanya hubungan mahram tidak disyaratkan harus memiliki kualitas sebagaimana ketika keluar dari puting susu.
Artinya, meskipun ASI tersebut mengalami perubahan misalnya sebab kemasaman atau mengental tetap saja jika diminumkan kepada bayi yang belum berusia dua tahun dan sampai ke dalam perut, menyebabkan hubungan mahram.  
وَلَا يُشْتَرَطُ لِثُبُوتِ التَّحْرِيمِ بَقَاءُ الْلَبَنِ عَلَى هَيْئَتِهِ حَالَةَ انْفِصَالِهِ عَنِ الثَّدْيِ فَلَوْ تَغَيَّرَ بِحُمُوضَةٍ أَوِ انْعِقَادٍ أَوْ إِغْلَاءٍ أَوْ صَارَ جُبْنًا أَوْ أُقْطًا أَوْ زَبْدًا أَوْ مَخِيضًا وَأَطْعَمَ الصَّبِيَّ حَرُمَ لِوُصُولِ الْلَبَنِ إِلَى الْجَوْفِ
“Dan tidak disyaratkan bagi berlakunya keharaman tetapnya ASI pada kondisi ketika terpisah dari payudara. Karenanya apabila ASI tersebut berubah karena kemasaman, mengental, terebus, atau menjadi keju, atau dadih kemudian diberikan kepada anak kecil (yang belum mencapai usia dua tahun) maka haram karena sampainya ASI ke dalam perutnya” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi,Raudlah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 9, h. 4)  
Penjelasan ini juga mengandung pemahaman bahwa tidak harus si bayi itu menetek secara langsung, tetapi bisa juga ASI itu dikeluarkan dahulu baru kemudian diminumkan kepada si bayi tersebut dan sampai ke dalam perutnya. Sedang dari sisi kuantitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram adalah sekurang-kurangnya adalah lima kali.
ثُمَّ أَنَّ ظَاهِرَ الْعِبَارَةِ أَنَّهُ يَكْفِيْ وُصُوْلُ اللَّبَنِ الْجَوْفَ خَمْسَ مَرَّاتٍ وَلَوِ انْفَصَلَ اللَّبَنُ مِنَ الثَّدْيِ دَفْعَةً وَاحِدَةً وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ لاَ بُدَّ مِنْ انْفِصَالِ اللَّبَنِ خَمْسًا وَوُصُوْلِهِ الْجَوْفَ خَمْسًا
“Lalu makna lahiriah teks Fath al-Mu’in menyatakan (persusuan yang menjadikan hubunganmahram) itu cukup dengan sampainya air susu perempuan yang menyusui ke dalam perut anak yang disusui lima kali tahapan, meskipun air susu tersebut keluar dari tetek (payudara) sekali tahapan (saja). Dan yang benar bukan seperti itu. Namun air susu itu harus keluar dari tetek lima kali tahapan dan sampai ke perut anak yang disusui lima kali tahapan pula. (Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Mesir-at-Tijariyah al-Kubra, tt, juz, 3, h. 287)

Sampai di sini sebenarnya tidak ada persoalan  serius. Tetapi bagaimana jika susunya adalah campuran dari ASI banyak ibu. Hal ini tentunya akan menimbulkan kesemrawutan mahram. Lantas bagaimana jalan keluarnya, agar tidak terjadi kesemrawutan mahram?
Dalam salah satu keputusan Muktamar NU ke-25 tahun 1971 di Surabya mengenaiMengumpulkan Air Susu dari Beberapa Ibu untuk di Rumah Sakitdijelaskan bahwa pengumpulan susu oleh rumah sakit dari kaum ibu yang diberikan pada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut bisa menjadikan mahram radha’ dengan syarat
Pertama, perempuan yang diambil air susunya itu masih dalam keadaan hidup, dan (kira-kira) berusia sembilan tahun qamariyahKedua, Bayi yang diberi air susu itu, belum mencapai umur dua tahun. Ketiga, Pengambilan dan pemberian air susu tersebut, sekurang-kurangnya lima kali.Keempat, air susu itu harus dari perempuan yang tertentu. Kelima,  semua syarat yang tersebut di atas harus benar-benar yakin (nyata).
Mengacu kepada hasil keputusan Muktamar maka donor ASI itu diperbolehkan dan konsekwensi akan menjadikan adanya hubungan mahram antara si bayi dengan pihak pendonor. Tetapi harus ada syarat-syarat yang dipenuhi sebagaimana yang telah diputuskan dalam Muktamar NU ke-23. Di samping itu ada juga syarat lain yang hemat kami harus dipenuhi, yaitu pihak bayinya itu harus dikenal atau jelas nasabnya. Hal ini tentunya untuk menghindari adanya kerancuan hubungan mahram. Penjelasan ini secara tidak langsung juga merupakan jawaban untuk soal yang pertama.
Tetapi hemat kami, pandangan ini sangat sulit untuk dipraktekkan karena harus menyeleksi dan mengetahui satu persatu pendonor ASI dan bayi yang akan diberi donor ASI agar kelak tidak terjadi kerancaun mahram dan terjadi perkawinan antar mahram susuan.
Sedang mengenai sikap NU secara kelembagaan terhadap anjuran donor ASI dari menteri kesehatan bukan kewenangan kami untuk menjelaskannya. Namun secara pribadi, kami tidak mempersoalkan anjuran tersebut jika terpenuhi syarat-syaratnya, dan ada jaminan dari kementerian kesehatan bahwa kelak tidak ada kerancuan mahram.

Rambut Rontok Saat Haid

Dalam kitab al-Iqna’ karya Muhammad bin Ahmad al-Khatib asy-Syarbini (w.977 H), kami menemukan sebuah rujukan seperti berikut ini:    
فَائِدَة قَالَ فِي الْإِحْيَاء لَا يَنْبَغِي أَن يحلق أَو يقلم أَو يستحد أَو يخرج دَمًا أَو يبين من نَفسه جُزْءا وَهُوَ جنب إِذْ ترد إِلَيْهِ سَائِر أَجْزَائِهِ فِي الْآخِرَة فَيَعُود جنبا
Artinya: Sebuah faidah; imam al-Ghazali berkata dalam kitab Ihya’ Ulumiddin: “Tidak sepantasnya bagi orang yang sedang junub (berhadas besar) untuk mencukur, memotong anggota tubuh, berhias, serta mengeluarkan darah dengan sengaja, karena anggota-anggota tubuh tersebut akan kembali nanti di akhirat dalam keadaan masih junub.

Bolehkan Aqiqah Diganti dengan Uang?

Sebagaimana yang kita pahami, bahwa aqiqah adalah hewan yang disembelih sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt atas karunia-Nya, yaitu berupa lahirnya anak baik laki-laki atau perempuan.
Jadi, pada prinsipnya aqiqah merupakan salah satu bentuk taqarrub dan wujud rasa syukur kita kepada Allah swt, yang dalam konteks ini adalah menyembelih dua kambing jika anak yang lahir adalah laki-laki, dan satu kambing apabila perempuan.
Mengenai status hukum aqiqah menurut Zakariya al-Anshari adalah sunnah muakkadah dengan didasarkan kepada sabda Rasulullah saw sebagai berikut. 
اَلْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Seorang bayi itu tergadaikan dengan aqiqahnya, pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur rambutnya dan diberi nama” (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi).
Kandungan hadits ini menurut Zakariya al-Anshari adalah anjuran untuk mempublikasikan kebahagian, kenikmatan, dan nasab. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa aqiqah itu hukumnya sunnah muakkadah, dan tidak wajib karena ada hadits yang mengatakan,’Barang siapa yang senang (ingin) beribadah untuk anaknya maka lakukanlah’. Alasan lain yang menunjukkan bahwa aqiqah itu tidak wajib adalah bahwa yang dimaksud dengannya adalah mengalirkan darah bukan karena melakukan pelanggaran dan bukan pula nadzar.
وَالْمَعْنَى فِيهِ إظْهَارُ الْبِشْرِ وَالنِّعْمَةِ وَنَشْرِ النَّسَبِ. وَهِيَ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ وَإِنَّمَا لَمْ تَجِبْ لِخَبَرِ أَبِي دَاوُدَ: “مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْسُكَ عَنْ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ” وَلِأَنَّهَا إرَاقَةُ دَمٍ بِغَيْرِ جِنَايَةٍ ، وَلَا نَذْرٍ فَلَمْ تَجِبْ كَالْأُضْحِيَّةِ
“Makna yang terkandung dalam hadits tentang aqiqah ini adalah anjuran mempublikasikan kebahagian, kenikmatan, dan nasab. Status hukum aqiqah itu sendiri adalah sunnah muakkadah, dan tidak wajib karena ada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, ‘Barang siapa yang senang (ingin) beribadah untuk anaknya maka lakukanlah”. Di samping itu alasan lain yang menunjukkan bahwa aqiqah itu sunnah adalah karena yang dimaksudkan dengan aqiqah adalah mengalirkan darah bukan karena melakukan pelanggaran dan bukan pula nadzar. Karenanya tidak wajib sebagaimana udhhiyyah (kurban)” (Lihat Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarhu Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet-1, 1422 H/2000 M, juz, 1, h. 547)       
Sedangkan daging aqiqah dibagikan kepada fakir-miskin agar bisa membawa keberkahan kepada si anak yang diaqiqahi, dan sebaiknya daging tersebut dibagikan dalam kondisi sudah dimasak. Demikian menurut pendapat yang paling sahih (al-ashshah).
وَيُفَرَّقُ عَلَى الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ لِتَعُودَ الْبَرَكَةِ عَلَى الْمَوْلُودِ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُتَصَدَّقَ بِهِ نِيئًا بَلْ مَطْبُوخًا عَلَى الْأَصَحِّ
“Daging aqiqah dibagikan kepada orang-orang fakir-miskin agar berkahnya kembali ke si anak, dan disunnahkan tidak disedekahkan dalam kondisi masih mentah, tetapi sudah matang (siap dimakan). Demikian ini menurut pendapat yang paling sahih” (Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, tt, juz, 2, h. 196)
Lantas bagaimana jika aqiqah itu diganti dengan uang? Jawaban kami atas pertanyaan ini adalah bahwa aqiqah tidak bisa digantikan dengan uang. Sebab, sejatinya aqiqah adalah mengalirkan darah atau menyembelih hewan. Yaitu, dua kambing untuk anak laki-laki, dan satu kambing untuk anak perempuan. Dan ini termasuk salah bentuk taqarrub atau ibadah yang status hukumnya adalah sunnah muakkadah. Dalam sebuah hadits shahih dikatakan;
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا ، وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأْذَى
“Bersama seorang bayi itu ada aqiqah, maka alirkan darah untuknya (aqiqah), dan singkirkan hal yang mengganggunya (mencukurnya).” (H.R. Bukhari)

Wali Nikah Anak Zina

Sebagaimana yang kami ketahui bahwa menurut madzhab syafi’i rukun nikah itu adalah lima, yaitu shighat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali.
  فَصْلٌ فِي أَرْكَانِ النِّكَاحِ وَغَيْرِهَا وَأَرْكَانُهُ خَمْسَةٌ صِيغَةٌ وَزَوْجَةٌ وَشَاهِدَانِ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ
 “Fasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu, shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali” (Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 3, h. 139)
Jadi wali merupakan salah satu rukun nikah, maka konsekwensinya adalah pernikahan tidak dianggap sah kecuali adanya wali.
  اَلْوَلِيُّ أَحَدُ أَرْكَانِ النِّكَاحِ فَلَا يَصِحُّ إِلَّا بِوَلِيٍّ 
“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, juz, 2, h. 40)
Lantas siapakah wali bagi anak zina? Untuk menjawab soal ini maka terlebih dahulu kami akan mengetengahkan pandangan para ulama mengenai nasab anak zina. Mayoritas ulama sepakat tidak menasabkan anak zina kepada ayah biologisnya, kecuali anak-anak yang lahir pada masa jahiliyah yang dinasabkan kepada siapa yang mengakuinya, setelah masuk Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh sayyidina Umar bin al-Khaththab ra.  
وَاتَّفَقَ الْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّ أَوْلَادَ الزِّنَا لَا يُلْحَقُونَ بِآبَائِهِمْ إِلَّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ عَلَى مَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ عَلَى اخْتِلَافٍ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الصَّحَابَةِ
“Mayoritas ulama sepakat bahwa anak zina tidak di-ilhaq-kan (dinasabkan) kepada bapak mereka  kecuali anak-anak yang lahir pada masa jahiliyah sebagaimana yang diriwayatkan dari sayyidina Umar bin al-Khaththab ra, dan dalam hal ini terjadi perbedaan di antara shahabat” (Ibnu Rusyd,Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Mesir-Mushthafa al-Babi al-Halabi, cet ke-4, 1395 H/1975 M, juz, 2, h. 358)
Jika anak zina tidak dinasabkan kepada bapak bilogisnya, lantas kepada siapa ia dinasabkan? Mayoritas ulama berpendapat bahwa anak zina dinasabkan kepada ibunya. Konsekwensi dari penasaban anak zina ke ibunya mengakibatkan si anak tidak memilik wali. Sedangkan orang yang tidak memilik wali, maka walinya adalah penguasa/sulthan. Atau dengan kata lain, walinya adalah wali hakim. Pandangan ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw berikut ini;
اَلسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
“Sulthan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali”. (H.R. Ahmad)
Jika penjelasan ini ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka laki-laki yang menikahi ibunya tidak bisa menjadi wali nikah bagi si anak perempuan tersebut, tetapi yang menjadi wali nikahnya adalah wali hakim, yaitu pejabat pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama atau yang mewakilinya sampai tingkat daerah yakni pejabat Kantor Urusan Agam (KUA).
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa bermanfaat. Saran kami, jangan memberikan perlakukan yang diskriminatif kepada anak zina. Sebab, anak yang dilahirkan tidak mewarisi dosa turunan orang tuanya. Adapun ketentuan seperti disebutkan di atas menjadi semacam peringantan agar jangan sampai terjadi perbuatan zina.

Sumber:nu.or.id

Hidangan yang Berlebihan untuk Acara Tahlilan

Pertama soal tahlilan itu sendiri, kedua soal berlebih-lebihan dalam memberikan penyuguhan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan.
Dua hal ini harus diletakkan pada porsinya masing-masing karena memang keduanya berbeda. Yang pertama, soal status hukum tahlilan jelas sangat dianjurkan. Bahkan Ibnu Taimiyyah sendri yang sering dipersepsikan menolak tahlilan berpendapat bahwa berkumpul bersama-sama untuk berdzikir kepada Allah, mendengarkan Al-Qur`an dan berdoa adalah termasuk amal saleh.
Jawaban Ibnu Taimiyah ini merupakan respon tindakan seseorang mengingkari ahl adz-dzikr(orang-orang yang rajin dan tekun berdzikir). Menurut seseorang tadi, model dzikir mereka adalah bid`ah karena mereka memulai dan mengakhiri dzikirnya denga Al-Qur`an, kemudian mendoakan orang-orang muslim baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (la hawla wa la quwwata illa billah), dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Bagaimana tanggapan Ibnu Taimiyah?
 وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...... فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك
“Ibn Taimiyah ditanya tentang seseorang laki-laki yang mengikari ahli dzikir (berjamaah), ia berkata berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini adalah bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan mengakhri dzikirnya dengan al-Qur’an. Kemudian mendoakan orang-orang muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan bershalawat kepada Nabi SAW.?”…… Lalu Ibn Taimiyah pun menjawab: “Berkumpul bersama-sama untuk berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan memanjatkan doa adalah amal saleh, termasuk bagian dari mendekatkan diri kepada Allah swt (qurbah) dan ibadah yang paling afdal pada setiap waktu. Dalam hadits shahih Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah swt memiliki malaikat-malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka menjumpai sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah swt, maka mereka pun memanggil, “Silahkan utarakan hajat kalian”. Imam al-Bukhari menyebutkan dalam hadist ini dan didalamnya terdapat redaksi redaksi, “Kami menemukan mereka mengumandangkan tasbih dan tahmid untuk-Mu” (Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Mesir-Dar al-Wafa`, cet ke-3, 1426 H/2005, juz 22, hal. 520).”
Selanjutnya soal status hukum yang kedua, yaitu berlebih-lebihan dalam memberikan jamuan kepada orang yang mengikuti tahlilan. Dalam hal ini jelas tidak diperbolehkan. Kita makan saja kalau berlebih-lebihan tidak diperbolehkan.
Namun sepanjang yang kami ketahui terutama di kalangan warga NU baik di desa maupun di kota, jika ada warga yang meninggal dunia para tetangga dengan suka rela memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggal. Ada yang memberikan beras, uang, makanan, maupun dana.
Bahkan bantuan itu bukan hanya datang pada hari pertama, tetapi bahkan ada yang sampai hari ketujuh. Begitu juga pada saat empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari. Bantuan tersebut mereka berikan secara sukarela sebagai ungkapan bela sungkawa, dan digunakan oleh pihak keluarga yang ditinggal untuk menjamu orang-orang yasinan dan tahlilan dalam rangka mendo`akan orang yang meninggal dunia. Bahkan sering kali, bantuan itu berlebih, dan diberikan kepada fakir miskin di lingkungan sekitar.
Berangkat dari penjelasan di atas maka pada dasarnya persoalan tahlilan dan pemberian jamuan kepada orang yang turut serta dalam tahlilan harus dilihat sebagi dua hal yang berbeda. Tahlilalnya diperbolehkan, namum menjamu orang yang turut serta tahlilan secara berlebihan sehingga memberatkan diri sendiri itu harus dihindari.  Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga kita bukan termasuk orang berlebih-lebihan.

sumber: nu.or.id

Khutbah Jum'at: Berpikir dan Bertindak Sederhana untuk Membangun Masyarakat yang Sehat

Dalam membangun pola hidup sederhana ( إقامة المجتمع المقتصد - Iqamatul mujtama’ al-muqtashid) baik sederhana dalam pola berpikir, dalam tindakan dan tingkah laku. Sesungguhnya kehidupan yang sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir yang sederhana. Dan pola pikir sederhana adalah memikirkan sesuatu yang bermanfaat, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dinilai tidak perlu.   
اَلحمد للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Khotbah kali ini merupakan keterangan panjang dari satu hadits yang sangat pendek sekali, tentang anjuran meninggalkan segala centang preneng yang tidak penting. Menghindarkan diri dari segala macam hal yang bersifat skunder dan mementingkan yang primer. Inilah yang oleh Ibn Rajab dinilai sebagai akar dari hadits pendidikan. Yaitu hadits yang berupa ajaran dasar yang harus difahami dan diamalkan oleh seorang muslim. Hadits pendek itu berbunyi:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه ) حديث حسن رواه الترمذي وغيره
Salah satu tanda kesempunaan islamnya seseb orang adalah meninggalkan segala yang dinilai tidak perlu.
Hadits yang tergolong pendek ini memuat beberapa hikmah yang sangat luas. Dalam kitab al-Wafifi Syarahil Arbain an-Nawawi, Musthafa  al-Bugha menjelaskan bahwa sebagian ulama mengatakan inilah hadits yang muatan isinya setengah dari ajaran agama. Karena agama sejatinya berisikan tentang laku yang berasal dari perintah dan tinggal yang berasal dari larangan. Sedangkan hadits ini merupakan sumber dari pemahaman segala larangan. Larangan berbuat sesuatu yang tidak penting, baik tidak penting dari tinjauan dunyawi maupun ukhrawi.
Ma’asyiral Muslimin Rahimkumullah
Marilah kita refleksikan hadits ini dalam kehidupan masing-masing diri kita. Benarkah selama ini kita telah mengamalkannya, dengan meninggalkan segala yang terasa tidak perlu? Ataukah malah sebaliknya mementingkan segala yang tidak penting? Berapakah HP yang kita miliki, apakah kecanggihan dan harga mahal itu seseuai dengan kebutuhan kita? Benarkan kita membeli HP karena terjadi kerusakan ataukah karena gengsi dan mengikuti arus trend pasar? Berapakah motor yang kita punya? Benarkah anak kita yang berada di SMP benar-benar memerlukan motor? Ataukah itu sekedar menuruti gengsi saja? Berpakah baju koko yang kita punya dan seberapa rajin kita shalat? dan seterusnya. deretan ini masih bisa diperpanjang hingga tak terhingga. Dan semoga kita segera bersadar bahwa apa yang kita lakukan jauh dari aplikasi hadits ini. Meninggalkan apa yang tidak perlu.
Jama’ah jum’ah yang Berbahagia
Hadits ini dapat dijadikan inspirasi dari tiga hal besar, pertama; membangun masyarakat sosial yang idealis (إقامة المجتمع الفاضل iqamatul mujtama’ al-fadhil). Islam sangat menjaga akan kesehatan sosial kemasyarakatan. Diantara ciri-ciri masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang hidup dengan tatanan yang rapi. Masyarkat yang saling menghargai kepentingan dan kebutuhan yang lain. Sehingga kepentingan seseorang tidak akan mengganggu kebutuhan orang lain. Demikian pula dengan kebebasannya, tidak akan melanggar kebebasan orang lain. Hal ini bisa tercapai jika seorang individu berkonsesntrasi dan bertindak dalam batas kepentingannya masing-masing, jika individu tidak ada keinginan untuk mengurus urusan orang lain yang sebenarnya tidak perlu baginya. Karena jika diamati virus sosial itu bermula dari ketumpang tindihan (at-tadakhul) yang membuat kehidupan makin semrawut secara sosial dan sangat merugikan secara mental. Bukankah perasaan ingin tahu dengan keadaan orang lain awal dari hasud, iri dan dengki. Penyakit hati yang akut dan berbahaya.
Kedua, membangun pola hidup sederhana ( إقامة المجتمع المقتصد - Iqamatul mujtama’ al-muqtashid) baik sederhana dalam pola berpikir, dalam tindakan dan tingkah laku. Sesungguhnya kehidupan yang sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir yang sederhana. Dan pola pikir sederhana adalah memikirkan sesuatu yang bermanfaat, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dinilai tidak perlu.   
Memang, sepintas lalu keterangan ini bersifat sangat individualis. Tetapi apabila difahami secara mendalam tidak demikian. Karena kesibukan seorang muslim pada dirinya sendiri -dalam hadits ini- tidak lain adalah kesibukan menata diri agar siap menghadapi masyarakatnya. Karena masyarakat yang sehat diawali oleh individu-individu yang sehat pula. Dengan kata lain, untuk membangun masyarakat yang islami, tentunya harus bermodal dari individu yang islami pula. Individu-individu yang saleh akan memiliki standar penilaian terhadap realita yang sama. Sesuatu yang bernilai negatif pasti disepakati kenegatifannya, begitu juga yang baik pasti mutlak disepakati kebaikannya. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya:
عن معاذ :أنه سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان ، فقال أن تحب للناس ما تحب لنفسك ، وتكره لهم ما تكره لنفسك
Sesungguhnya Rasulullah saw pernah ditanya tentang iman yang utama, maka beliau menjawab “apabila Engkau menyukai orang lain sebagaimana engkau menyukai diri sendiri, dan membenci mereka sebagaimana engkau membeci dirmu sendiri”
Secara tidak langsung hadits ini ingin mengatakan bahwa iman yang utama akan menyamakan standar nilai kebaikan bagi diri pribadi dan orang lain. Apa yang buruk bagi kita pastilah buruk bagi masyarakat dan begitupun sebaliknya.
Ketiga, membangun masyarakat yang beiman (religius) bukan individualis (إقامة المجتمع الإيماني لا الأناني  iqamatul mujtama’ al-iymany lal ananiy). Secara teoritis mempertentangkan individualis dengan religius adalah kurang tepat. Akan tetapi karakter religius pasti bertentangan dengan karakter individualis. Mengutamakan kepentingan bersama dan mengalahkan kepentingan pribadi adalah syarat mutlak sempurnanya iman seseorang. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
 ترى المؤمنين في توادهم وتعاطفهم وتراحمهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر".
“engkau melimat orang-orang yang beriman saling mencintai dan menyayangi seperti hanya satu badan yang apabila salah satu anggot badannya mengalami luka akan sekujur badan terasa meriang dan panas”
Begitu juga sebaliknya, seorang hamba yang di hatinya tidak ada rasa iman, pastilah tiada pula rasa sayang kepada sesama, porsi kebencian lebih dominan dari pada rasa sayang. Yang ada di dalam pikirannya adalah upaya mensejahterakan diri dan keluarganya. Usahanya adalah menumpuk kekayaan demi kesejahteraan anak, cucu hingga tujuh turunan. Masa bodoh dengan tetangga, masa bodoh dengan anak-anak kaum buruh yang bekerja di pabriknya. Dia merasa sudah cukup dengan memberi gaji bulanan. Padahal keringat para buruh itulah yang melipat gandakan keuntungannya. Na’udzu billahi min dzalik. Bukankah masyarakat seperti ini yang sedang merebak di sekeliling kita dengan berbagai farian dan ukuran yang berbeda?
Sesungguhnya seseorang yang mementingkan diri sendiri (Individulis) pastilah terjebak dalam pola pikir materialistik apapun diukur dengan harta dan benda. Sehingga dalam upaya melanggengkan harta bendanya itu mereka akan bertindak sebagai seorang kapitalis yang berdasar pada kaidah ‘mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan modal sesedikit mungkin’.
Para Jama’ah Jumah yang berbahagia
Seseungguhnya hal-hal seperti ini bisa kita hindarkan dengan berpegang pada satu hadits yang sungguh mudah di hafal  من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه Salah satu tanda kesempunaan islam seseorang adalah meninggalkan segala yang dinilai tidak perlu.
Demikianlah khutbah jum’ah kali ini semoga membawa banyak manfaat bagi diri khatib dan kita semua. Amin
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ.  
 Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

(ulil)

Sumber: nu.or.id

Thursday, April 9, 2015

Kabar Pondok: Dibuka Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Al Mawaddah Warrahmah, Kolaka - Sulawesi Tenggara

Dari pondok ini saya mengenal Islam yang damai dan toleran smile emoticon.
Insya Allah lulusannya bisa bersaing.
Alumni kami ada di Chungnam National University Korea Selatan, Universitas Islam Madinah, Universitas Al Azhar Kairo, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Brawijaya Malang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Sunan Malik Ibrahim Malang, Institut PTIQ dan Institut Ilmu Al'Qur'an Jakarta, Universitas Hasanuddin Makassar, UN Makassar, UIN Alauddin Makassar.
Come on, join with us.

Tuesday, April 7, 2015

Haedar Nashir: Muhammadiyah Lahir Karena Dakwah Komunitas

Keunggulan Muhammadiyah sebagai organisasi modern pemilik amal usaha terbanyak di dunia perlu ditopang gerakan berbasis komunitas. Hal itu terungkap dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Aula BAU UMM, Selasa kemarin (31/3).
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir , bahkan mengungkapkan, hidup matinya Muhammadiyah sebagai gerakan sosial sangat tergantung pada aktivitasnya di basis jamaah atau komunitas. “Hingga saat ini, ciri gerakan Muhammadiyah sangat kental di bidang kesehatan, pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga hal itu tak mungkin hidup tanpa kekuatan komunitas,” jelasnya.
Haedar mencontohkan, gerakan pembebasan anak yatim dan orang miskin pada 1922 yang lantas dilembagakan melalui Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), bisa lahir karena dakwah Muhammadiyah berbasis komunitas.
Selain Haedar dan Rektor UMM, Muhadjir Effendi, para pakar Muhammadiyah yang menjadi narasumber seminar ini yaitu Fauzan Saleh, Syamsul Arifin, Achmad Jainuri, dan Hilman Latief. Di akhir acara, Moh Nurhakim selaku ketua pelaksana menyampaikan rumusan hasil seminar yang akan menjadi rekomendasi bagi Muktamar Muhammadiyah ke-47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar.
Selain UMM, PTM yang juga mengadakan seminar pra-Muktamar yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta, STIKES Aisyiyah Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, Universitas Muhammadiyah Sorong, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan IKIP Muhammadiyah Maumere.
 “Masing-masing kampus mengangkat tema berbeda. Mereka diminta berpikir serius dan kritis mengenai Muhammadiyah saat ini dan yang akan datang,” tandasnya.
Sumber:muhammadiyyah.or.id

Tajdid Muhammadiyah Dalam Persoalan Perempuan

Muhammadiyah sebagai persyarikatan mempunyai kepedulian terhadap hak-hak perempuan sesuai dengan konteks historinya. Hal tersebut dapat dilihat pada perhatian dan kesungguhan KH Ahmad Dahlan dalam mewujudkan kepeduliannya terhadap pemenuhan hak-hak perempuan yang diwujudkan dengan berdirinya Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah.
Majelis tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dengan PP ‘Aisyiyah menyelenggarakan Focus Discusion Group serta seminar sehari dengan tema Pandangan Muhammadiyah Terhadap Perempuan Tinjauan Teologis dan Praksis. Sabtu kemarin (4/4) digelar di kantor PP Muhammadiyah Jln Cik Ditiro, sementara seminar digelar hari Ahad (5/4) di kampus Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, mengatakan dalam pembukaan FGD kemarin, diskusi ini untuk mencerminkan pandangan Muhammadiyah terhadap perempuan, oleh masyarakat dianggap agak “revolutif” adalah adabul mar’ah fil islam. Menurut Guru Besar UIN Sunan Kalijaga ini, pandangan Muhammadiyah seperti gelombang naik turun, kadang bersemangat untuk memperhatikan perempuan.
Sebagai keynote speech, Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas. Diskusi dilanjutkan bersama tokoh Muhammadiyah, Amin Abdullah dan Peneliti perempuan Muhammadiyah, Siti Ruhaini Zuhayatin. Seminar publik diisi oleh Guru besar Ilmu Budaya UGM, yang juga Ketua PP ‘Aisyiyah, Siti Chamamah Soeratno, dan Tokoh Muhammadiyah Jawa Tengan, Muhammad Tafsir. 
Sumber: muhammadiyyah.or.id

Sepuluh Keutamaan Ilmu



Suatu ketika, kaum Khawarij mendengar sabda Nabi Muhammad saw. :
انامدينةالعلم و عليّ بابها
“Aku adalah kota ilmu, dan Ali gerbangnya.”
Melihat kenyataan tersebut, mereka tidak mau menerimanya. Lalu berkumpullah para tokoh Khawarij untuk membuktikan hal tersebut.
“Kita tanyakan saja kepada Ali, sepuluh pertanyaan yang sama. Jika dia memberikan alasan yang berbeda, maka benarlah apa yang dikatakan Nabi,” usul seorang tokoh.
Mereka kemudian mendatangi Sayyidina Ali secara bergilir dan melontarkan pertanyaan yang sama : “Lebih utama mana ilmu atau harta?”
Sayyidina Ali pun, selalu menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sama: ilmu. Akan tetapi dengan alasan berbeda.
Kepada penanya pertama, ia menjelaskan ilmu warisan para nabi, harta merupakan warisan Qarun, Fir’aun dan lainnya.
“Ilmu menjagamu, sedang harta kamulah yang menjaganya,” terangnya kepada penanya kedua.
“Pemilik ilmu sahabatnya banyak, pemilik harta musuhnya banyak.
“Ilmu akan bertambah jikau kau pergunakan. Harta akan berkurang jika kau gunakan.”:
Kepada orang kelima dijawabnya, ”Pemilik ilmu akan dohormati dan dimuliakan. Pemilik harta akan ada yang menjulukinya si pelit.
“Harta perlu dijaga dari pencuri, ilmu tidak perlu menjaganya.
“Pemilik harta pada hari Kiamat akan dimintai tanggung jawab. Pemilik ilmu akan menadapat syafaat.
“Ketika dibiarkan dalam waktu yang lama harta akan rusak. Sedangkan ilmu tak akan musnah dan lenyap.
“Harta membuat hati jadi keras. Ilmu menjadi penerang hati.
“Pemilik harta akan dipanggil Tuan Besar. Pemilik ilmu akan dijuluki ilmuan. Andaikata kalian hidupkan banyak orang, maka aku akan menjawabnya dengan jawaban berbeda, selagi aku masih hidup,” tegas Sayyidina Ali kepada penanya terakhir.
Dan akhirnya, mereka pun kembali dalam pengakuan Islam.

(Ajie Najmuddin/ disarikan dari kitab al-Mawaidhu al-Ushfuriyyah karya Syeikh Muhammad bin Abu Bakar)
Sumber: nu.or.id

Keteladanan Muthi’ah, Pelajaran bagi Sayyidah Fatimah

Nabi Muhammad  SAW mempunyai sahabat perempuan bernama Muthi’ah yang sangat taat pada suaminya. Setiap hari, Muthi’ah selalu mematuhi pesan suaminya yang pergi bekerja hingga sore supaya tidak menerima tamu laki-laki.

Melihat ketaatannya pada suami, Nabi Muhammad sangat kagum terhadap sikap Muthi’ah sehari-hari. Seringkali Nabi Muhammad menasehati putrinya Fatimah supaya meniru keteladanan Muthi’ah dalam kehidupan keluarganya.

Suatu hari, Nabi Muhammad berkunjung ke rumah putrinya Fatimah. Nabi Muhammad merasakan sepertinya telah terjadi gesekan antara Fatimah dengan suaminya, Ali Bin Abi Thalib. Sebab, Ali tidak ada di rumah sedang Fatimah kelihatan sedikit murung.

Kemudian Nabi Muhammad mengundang Ali yang sedang menyendiri di masjid untuk mengklarifikasi permasalahan keluarganya. Setelah mendengarkan cerita Ali, Nabi berkesimpulan Fatimah penyebab munculnya permasalahan. Nabi lalu menesahati putrinya supaya sekali-kali berkunjung ke rumah Muthi’ah.

Esok harinya, Fatimah ke rumah Muthi’ah dengan membawa anak kecil  laki-laki berumur tiga tahun. Ketika mengetuk pintu, Muthi’ah bertanya,”siapa itu?

“Saya Fatimah, Muthi’ah,” jawab putri Nabi.

“Sama siapa,?” tanya Muthiah lagi.  Fatimah pun menyahut. “Saya bersama anak kecil laki-laki.”

 Karena ingat pesen suaminya tidak boleh menemui tamu laki-laki, Muthi’ah melarang Fatimah membawa anak kecil tadi. Seketika pula Fatimah memulangkan anak tadi dan kembali lagi ke rumah Muthi’ah.

Ketika masuk rumah Muthi’ah , di depan pintu sudah tersedia meja kursi, sementara  di atas pintu terdapat gantungan pakaian, handuk dan menjalin (rotan). “Kamu kok menyediakan barang-barang itu buat apa?” tanya putri Nabi.

“Semua ini untuk menyambut suamiku pulang kerja. Meja kursi untuk istirahat, handuk untuk membasuh keringat suamiku, gantungan buat menaruh bajunya,” jawab Muthi’ah.

“Lalu, rotan itu buat apa?” ujar Fatimah bertanya lagi.

“Sebagai upaya terakhir, bila suami merasakan kurang terlayani saya dengan baik, supaya rotan ini bisa digunakan untuk mencambuk diriku,” jawab Muthi’ah menjelaskan.

Mendengar jawaban tersebut, spontan Fatimah langsung membalikkan badan lari sambil menangis pulang. Dalam hatinya berpikiran menyesali sambil berucap, “apa mungkin saya bisa seperti Muthi’ah?”.

Di sinilah, Muthi’ah adalah sosok perempuan yang mampu menjadi contoh keteladanan  bagi istri istri yang shalihah. (Qomarul Adib)

*) Disarikan dari kisah yang disampaikan KH Sya’roni Ahmadi pada pengajian rutin Tafsir Al Qur’an di Masjid Menara Kudus

Sumber: nu.or.id

Seleksi Menantu ala Khalifah Umar bin Khattab

Pada suatu malam Khalifah Umar bin Khattab melakukan “blusukan” dengan ditemani ajudannya. Di tengah-tengah blusukan itu, Umar pun merasakan lelah sehingga memutuskan untuk beristirahat.

Saat Khalifah dan ajudannya beristirahat, ia tidak sengaja mendengar percakapan antara ibu dan anak gadisnya.

“Wahai anakku, oploslah susu yang kamu perah tadi dengan air,” perintah seorang ibu.

Lalu, si gadis menolak perintah ibunya dengan mengatakan, “Apakah Ibu tidak pernah mendengar perintah Amirul Mukminin, Umar bin Khattab kepada rakyatnya untuk tidak menjual susu yang dicampur air?”

“Iya, Ibu pernah mendengar perintah tersebut,” jawab sang ibu.

Kemudian ibunya berkilah, “Mana Khalifah? Apakah dia melihat kita? Ayolah anakku laksanakan perintah ibumu ini, kan cuma sedikit kok ngoplosnya!”

“Dia tidak melihat kita, tapi Rabb-nya melihat kita dan demi Allah saya tidak akan melakukan perbuatan yang dilarang Allah dan melanggar seruan Khalifah Umar untuk selama-lamanya” Gadis tersebut menolak dengan yakin dan tegas.

Setelah mendengar percakapan gadis dengan ibunya tersebut, Umar dan ajudannya langsung pulang. Sesampai di rumah, Umar bercerita tentang pengamalaman blusukan tadi malam dan meminta putranya, ‘Ashim bin Umar untuk menikahi gadis yang shalihah tersebut.

Dari pernikahan ‘Ashim dengan gadis tersebut, Umar dikaruniai cucu permpuan bernama Laila atau yang biasa disebut Ummu Ashim dan dari Ummu Ashim telahir Umar bin Abdul Aziz khalifah kelima yang terkenal sangat adil, zuhud, dan bijaksana. (Ahmad Rosyidi)

*) Dinukil dari Kitab Hikayatu Islamiyyah Qabla an-Naum, Karya Najwa Husain Abdul Aziz, Kairo: Maktabah  Ash-Shofa 2001

Kisah Ulama 15 Tahun Pura-pura Tuli

Hatim Al-Asham merupakan salah seorang ulama besar yang wafat di Baghdad, Irak tahun 852 M atau 237 H. Terdapat sebuah kisah penuh hikmah yang mendasari kata ‘al-asham’, berarti tuli, yang menjadi julukannya, sebagaimana diriwayatkan Imam Ghazali dalam kitab Nashaihul Ibad.

Sejatinya Hatim tidak-lah tuli, hingga pada suatu hari, seorang wanita datang ke tempat Hatim untuk menanyakan sesuatu. Tak dinyana, ketika melontarkan pertanyaannya di hadapan Hatim, belum selesai ia bertanya, wanita tadi tak kuasa untuk menahan kentutnya.

Bunyinya terdengar jelas, hingga membuat ia salah tingkah dan terdiam. Di tengah kegalauan wanita itu, tiba-tiba Hatim berkata dengan suara keras.

“Tolong bicara yang keras! Saya tuli,”

Namun, yang bertanya justru bingung. Dalam kebingungannya, ia kembali dikagetkan dengan suara keras Hatim.

“Hai, keraskanlah suaramu, karena aku tidak mendengar apa yang kamu bicarakan,” teriak Hatim.

Wanita tadi kemudian menduga bahwa Hatim ini seorang yang tuli. Ia pun merasa sedikit lega, karena suara kentutnya tidak didengar Hatim. Suasana kembali menjadi cair. Ia pun kembali mengulang pertanyaannya.

Sejak saat itu, Hatim mendadak “menjadi tuli” dan bahkan ia melakukan hal tersebut selama wanita tadi masih hidup. Ya, demi menjaga perasaan dan kehormatan wanita itu, ia terus berpura-pura tuli selama 15 tahun. 

Sumber: nu.or.id

Hukum Tumbal Untuk Tolak Gangguan Makhluk Halus?

Seringkali kita mendapati gejala yang ditimbulkan oleh makhluk ghaib. Kalau tidak menakutkan, aktivitas mereka tidak jarang mengganggu hingga sesekali bahkan membunuh manusia. Manusia pun memiliki rupa-rupa cara dalam menanggapi gangguan ini mulai dari doa, ritual tertentu, hingga mengorbankan makhluk hidup lainnya (tumbal).

Islam sendiri tidak menutup mata atas kehadiran juga gangguan makhluk halus baik inisiatif sendiri atau dikendalikan oleh orang-orang yang dengki. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in mengatakan sebagai berikut,

من ذبح تقربا لله تعالى لدفع شر الجن عنه لم يحرم، أو بقصدهم حرم

Siapa saja yang memotong (hewan) karena taqarrub kepada Allah dengan maksud menolak gangguan jin, maka dagingnya halal dimakan. Tetapi kalau jin-jin itu yang ditaqarrubkan, maka daging sembelihannya haram.

Perihal keterangan di atas, Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatho Dimyathi dalamI‘anatut Tholibin menerangkan,

)من ذبح ( أي شيأ من الإبل أو البقر أو الغنم ) تقربا لله تعالى ( أي بقصد التقرب والعبادة لله تعالى وحده ) لدفع شر الجن عنه ( علة الذبح أي الذبح تقربا لأجل أن الله سبحانه وتعالى يكفي الذابح شر الجن عنه ) لم يحرم ( أي ذبحه، وصارت ذبيحته مذكاة، لأن ذبحه لله لا لغيره ) أو بقصدهم حرم ( أي أو ذبح بقصد الجن لا تقربا إلى الله، حرم ذبحه، وصارت ذبيحته ميتة. بل إن قصد التقرب والعبادة للجن كفرـ كما مر فيما يذبح عند لقاء السلطان أو زيارة نحو ولي ـ.

(Siapa saja yang memotong [hewan]) seperti unta, sapi, atau kambing (karena taqarrub kepada Allah) yang diniatkan taqarrub dan ibadah kepada-Nya semata (dengan maksud menolak gangguan jin) sebagai dasar tindakan pemotongan hewan. Taqarrub dengan yakin bahwa Allah dapat melindungi pemotongnya dari gangguan jin, (maka daging) hewan sembelihan-(nya halal dimakan) hewan sembelihannya menjadi hewan qurban karena ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya.

(Tetapi kalau jin-jin itu) bukan Allah (yang ditaqarrubkan, maka daging sembelihannya haram) karena tergolong daging bangkai. Bahkan, jika seseorang berniat taqarrub dan mengabdi pada jin, maka tindakannya terbilang kufur. Persis seperti yang sudah dibahas perihal penyembelihan hewan ketika berjumpa dengan penguasa atau berziarah menuju makam wali.

Nilai sebuah tindakan penumbalan dapat diukur dari niat pelakunya. Sementara hanya Allah SWT yang mengetahui niat-niat hamba-Nya. Perihal dicampuri dengan upacara-upacara atau tempat khusus yang menyertai penumbalan sejauh tidak mengandung maksiat seperti minum kandungan khamar atau perzinaan, hingga kini tidak ada keterangan syara’ yang melarang itu. Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq. Wallahu A‘lam.
Sumber: nu.or.id

Sepuluh Faedah Menziarahi Makam Rasulullah SAW

Islam mengajurkan umatnya berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Kalau menziarahi makam orang tua dan makam orang saleh dianjurkan, maka makam Rasul SAW lebih layak lagi untuk diziarahi. Kecuali mengingat kematian, ziarah kubur di makam ulama dan para wali terlebih lagi makam Nabi Muhammad SAW, berdaya guna untuk meraih berkah.
Rasulullah Saw sendiri menganjurkan umatnya untuk menziarahi makamnya di banyak hadits. Anjuran ini perlu untuk diamalkan mengingat beliau Saw tentunya lebih mengerti betapa tingginya kedudukan ziarah ke makam rasul.

Syekh Sayid Bakri bin Sayid M Syatho Dimyathi dalam I‘anatut Tholibin mengatakan,

قال بعضهم: ولزائر قبر النبي صلى الله عليه وسلم عشر كرامات. إحداهن يعطى أرفع المراتب. الثانية يبلغ أسنى المطالب. الثالثة قضاء المآرب. الرابعة بذل المواهب. الخامسة الأمن من المعاطب. السادسة التطهير من المعايب. السابعة تسهيل المصاعب. الثامنة كفاية النوائب. التاسعة حس العواقب. العاشرة رحمة رب المشارق والمغارب

Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang menziarahi makam Rasulullah SAW berhak menerima 10 kehormatan dari Allah SWT. Pertama, akan diberikan derajat tertinggi di sisi Allah.Kedua, akan disampaikan pada cita-cita tertinggi. Ketiga, akan dipenuhi kebutuhannya. Keempat, akan diberikan banyak anugerah-Nya. Kelima, akan diselamatkan dari bencana. Keenam, akan dilindungi dari aib. Ketujuh, akan dimudahkan dalam kesulitan. Kedelapan, akan diringankan bebanmya dalam musibah. Kesembilan, dapat merasakan apa yang akan terjadi. Kesepuluh, akan mendapat limpahan rahmat Allah SWT.

Orang yang mampu menempuh perjalanan ke Madinah, selayaknya tidak melewatkan kesempatan untuk menziarahi makam Rasulullah Saw. Sayang sekali kalau melewatkan kesempatan emas tersebut mengingat banyak sekali keutamaan yang Allah sediakan untuk mereka yang menziarahi makam Rasul Saw.

Di samping itu, ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw sudah menjadi hak beliau SAW terhadap umatnya bahkan segenap makhluq Allah. Dalam mengungkapkan betapa besarnya hak Rasulullah, seseorang yang berjalan melalui kepalanya menuju makam Rasul SAW dari tempat terjauh sekalipun, tetap tidak bisa membayar hak Rasulullah Saw. Allahumma sholli wa sallim wa barik ala Sayyidina Muhammadin shollallahu alaihi wa sallam. Wallahu a‘lam.
Sumber: nu.or.id

Monday, April 6, 2015

Kabar Alumni (II): Muda Berbudaya, Bertalenta, dan Visioner

Namanya Faturachaman Alputra Sudirman. Dia Pemuda yang terbilang muda, energik, cerdas, visioner dan mempunyai banyak talenta (sebut saja nyanyi, tari tilawah :-)). Tulisannya beberapa dimuat di Kompas, Kendari Pos dll. Anak muda ini adalah Lulusan Pasca Sarjana Hubungan Internasional UGM. Enam tahun yang lalu (tepatnya tahun 2007) dia berada di depan pintu gerbang Pondok Pesantren Al Mawaddah warrahamah, tiada lain dan tiada bukan untuk ditempa jiwa, raga dan akalnya untuk menjadi pemuda yang berguna bagi nusa dan bangsa. Admin punya kesempatan berharga untuk biasa berdiskusi ama beliau selama 2 tahun di jogja banyak sekali diskusi terarah dan bermutu. Sesi ini, admin ingin beberkan beberapa diskusi seputar beliau

Admin: Kanda Fatur, dimana ki lahir?

>Kendari 14 januari 1992..... (muda banget kan???)

Admin: Kemarin saya dapat info, anda sebagi utusan indonesia untuk pertukaran budaya selama 3 bulan di negara sakura, Nippon Jepang? Apa betul?

>Iya tepat sekali,, nama program tersebut ialah SSEAYP ( Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program) sebenarnya program ini tidak hanya dilaksanakan di Jepang tapi
juga dilaksanakan di Brunei Darussalam, Cambodia, Myanmar, dan Indonesia dengan durasi program selama 51 hari. promosi budaya hanya salah satu aspek kegiatan saja. aktivitas yang lain seperti Institutional Visit, Courtesy call, Interaction with local youth, Discussion Group, National day presentation, Voluntary activity, club activity, dan Home stay. namun yang tak kalah penting ialah output dari program ini yaitu memberikan konstribusi terhadap masyarakat
melalui kegiatan sosial pemberdayaan atau kami sebut PPA (post program activity)


Admin: Ada hal yang menarik tentang perbedaan ataupun kesamaan budaya kita dengan bangsa jepang?

>Kalau kesamaan kita sama-sama respect dengan orang tua, selain itu mereka juga ramah. beberapa perbedaan seperti budaya keteraturan mereka, tanggung jawab,displin, adil, etos kerja.

Admin: Sebgai duta budaya di dunia internasional, kira2 menurut anda budaya bumi mekongga harus dilestarikan??

>Saya rasa tidak hanya budaya bumi mekongga yang mesti dilestarikan tapi seluruh aset budaya indonesia perlu dilestariakn baik tangible maupun intangible seperti kesenian, pariwisata, kearifan lokal, dll. Karena menurut saya itulah salah satu keunggulan indonesia yang kaya  akan keberagaman budayanya.

Admin: Bagaimana tanggapan anda terhadap budaya kita yan berbau mistik?

>Budaya yang berbau mistik saya kira itulah salah satu keunikan dan kelebihan bahkan menjadi aset yang tak ternilai yang dimiliki bangsa kita, dan hal itu justru menarik bagi masyarakat diluar negeri seperti kegiatan ritual adat di tanah Toraja yang sakral yaitu Ma’nene. ritual tersebut untuk mengenang leluhur, saudara dan handai taulan yang sudah meninggal. ritual tersebut justru menarik bagi wisatawan internasional bahkan domestik untuk datang kesana, hal inipun secara tidak langsung memberikan konstribusi bagi pemasukan pariwisata di suatu daerah

Admin: Saya dapat info, skrng anda membawakan mata kuliah di Uniersitas Muhammadiyyah Malang, mata kuliah yang diajarkan apa ?

> Saya ngajar politik luar negeri indonesia

Admin: Jikalau ada hubungan, pasti ada hubungan budaya dan HI, apakah anda biasa membicarakan/menghubungkan konsep budaya dengan HI terhadap mahasiswa ta?

>ya, kadang-kadang saya membagi pengalaman saya tersebut dengan mahasiswa dan sekaligus mengaitkan dengan HI. bahwa program pertukaran pemuda tersebut dimana salah misinya
ialah memperomosikan indonesia merupakan salah satu bentuk diplomasi publik dengan menggunakan istrumen budaya yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai indonesia bahkan diharapkan akan tercipta imej positif bagi indonesia yang dapat memperkuat kerjasama internasional dan hubungan people to peopele selain itu diplomasi tersebut dilaksanakan oleh aktor diluar negara seprti individu (non state actor)