Friday, April 10, 2015

Masalah Donor Asi

ASI merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam al-Quran sendiri terdapat anjuran untuk memberikan ASI kepada bayi yang baru lahir sampai berumur dua tahun.
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَة
“Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang menghendaki menyusuinya secara sempurna” (Q.S. Al-Baqarah: 233)
Pertanyaan kedua terkait dengan kualitas dan kuantitas ASI yang bisa menyebabkan terjadinya hubungan mahram. Kualitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram memang kami belum menemukan jawaban yang memadai. Namun sepanjang yang kami ketahui dalam soal kualitas ASI yang menyebabkan adanya hubungan mahram tidak disyaratkan harus memiliki kualitas sebagaimana ketika keluar dari puting susu.
Artinya, meskipun ASI tersebut mengalami perubahan misalnya sebab kemasaman atau mengental tetap saja jika diminumkan kepada bayi yang belum berusia dua tahun dan sampai ke dalam perut, menyebabkan hubungan mahram.  
وَلَا يُشْتَرَطُ لِثُبُوتِ التَّحْرِيمِ بَقَاءُ الْلَبَنِ عَلَى هَيْئَتِهِ حَالَةَ انْفِصَالِهِ عَنِ الثَّدْيِ فَلَوْ تَغَيَّرَ بِحُمُوضَةٍ أَوِ انْعِقَادٍ أَوْ إِغْلَاءٍ أَوْ صَارَ جُبْنًا أَوْ أُقْطًا أَوْ زَبْدًا أَوْ مَخِيضًا وَأَطْعَمَ الصَّبِيَّ حَرُمَ لِوُصُولِ الْلَبَنِ إِلَى الْجَوْفِ
“Dan tidak disyaratkan bagi berlakunya keharaman tetapnya ASI pada kondisi ketika terpisah dari payudara. Karenanya apabila ASI tersebut berubah karena kemasaman, mengental, terebus, atau menjadi keju, atau dadih kemudian diberikan kepada anak kecil (yang belum mencapai usia dua tahun) maka haram karena sampainya ASI ke dalam perutnya” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi,Raudlah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 9, h. 4)  
Penjelasan ini juga mengandung pemahaman bahwa tidak harus si bayi itu menetek secara langsung, tetapi bisa juga ASI itu dikeluarkan dahulu baru kemudian diminumkan kepada si bayi tersebut dan sampai ke dalam perutnya. Sedang dari sisi kuantitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram adalah sekurang-kurangnya adalah lima kali.
ثُمَّ أَنَّ ظَاهِرَ الْعِبَارَةِ أَنَّهُ يَكْفِيْ وُصُوْلُ اللَّبَنِ الْجَوْفَ خَمْسَ مَرَّاتٍ وَلَوِ انْفَصَلَ اللَّبَنُ مِنَ الثَّدْيِ دَفْعَةً وَاحِدَةً وَلَيْسَ كَذَلِكَ بَلْ لاَ بُدَّ مِنْ انْفِصَالِ اللَّبَنِ خَمْسًا وَوُصُوْلِهِ الْجَوْفَ خَمْسًا
“Lalu makna lahiriah teks Fath al-Mu’in menyatakan (persusuan yang menjadikan hubunganmahram) itu cukup dengan sampainya air susu perempuan yang menyusui ke dalam perut anak yang disusui lima kali tahapan, meskipun air susu tersebut keluar dari tetek (payudara) sekali tahapan (saja). Dan yang benar bukan seperti itu. Namun air susu itu harus keluar dari tetek lima kali tahapan dan sampai ke perut anak yang disusui lima kali tahapan pula. (Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’anah ath-Thalibin, Mesir-at-Tijariyah al-Kubra, tt, juz, 3, h. 287)

Sampai di sini sebenarnya tidak ada persoalan  serius. Tetapi bagaimana jika susunya adalah campuran dari ASI banyak ibu. Hal ini tentunya akan menimbulkan kesemrawutan mahram. Lantas bagaimana jalan keluarnya, agar tidak terjadi kesemrawutan mahram?
Dalam salah satu keputusan Muktamar NU ke-25 tahun 1971 di Surabya mengenaiMengumpulkan Air Susu dari Beberapa Ibu untuk di Rumah Sakitdijelaskan bahwa pengumpulan susu oleh rumah sakit dari kaum ibu yang diberikan pada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut bisa menjadikan mahram radha’ dengan syarat
Pertama, perempuan yang diambil air susunya itu masih dalam keadaan hidup, dan (kira-kira) berusia sembilan tahun qamariyahKedua, Bayi yang diberi air susu itu, belum mencapai umur dua tahun. Ketiga, Pengambilan dan pemberian air susu tersebut, sekurang-kurangnya lima kali.Keempat, air susu itu harus dari perempuan yang tertentu. Kelima,  semua syarat yang tersebut di atas harus benar-benar yakin (nyata).
Mengacu kepada hasil keputusan Muktamar maka donor ASI itu diperbolehkan dan konsekwensi akan menjadikan adanya hubungan mahram antara si bayi dengan pihak pendonor. Tetapi harus ada syarat-syarat yang dipenuhi sebagaimana yang telah diputuskan dalam Muktamar NU ke-23. Di samping itu ada juga syarat lain yang hemat kami harus dipenuhi, yaitu pihak bayinya itu harus dikenal atau jelas nasabnya. Hal ini tentunya untuk menghindari adanya kerancuan hubungan mahram. Penjelasan ini secara tidak langsung juga merupakan jawaban untuk soal yang pertama.
Tetapi hemat kami, pandangan ini sangat sulit untuk dipraktekkan karena harus menyeleksi dan mengetahui satu persatu pendonor ASI dan bayi yang akan diberi donor ASI agar kelak tidak terjadi kerancaun mahram dan terjadi perkawinan antar mahram susuan.
Sedang mengenai sikap NU secara kelembagaan terhadap anjuran donor ASI dari menteri kesehatan bukan kewenangan kami untuk menjelaskannya. Namun secara pribadi, kami tidak mempersoalkan anjuran tersebut jika terpenuhi syarat-syaratnya, dan ada jaminan dari kementerian kesehatan bahwa kelak tidak ada kerancuan mahram.

No comments:

Post a Comment