Saturday, June 27, 2015

Islamisasi Budaya

Sungguh besar, luas, dan kaya Indonesia. Budaya yang dimiliki oleh indonesia merupakan kekayaan yang paling berharga, sehingga saya sering berfikiran bahwa atlantis yang hilang ditelan laut itu berada di indonesia. Sungguh bukan kebohongan bahwa kita memiliki aksara/tulisan sendiri, cuma karena terkikis oleh era global kita beralih pada tulisan latin yang mendunia, sehingga mungkin hanya orang tua yang hanya tau tulisan aksara kawi/jawa/ ataupun bugis (lontara).

Saat ini saya ingin membahas dan mendiskusikan proses islamisasi budaya yang ada di bumi nusantara, alasan saya cukup simple/sederhana,  yaitu saya berfikir kok bisa negara yang cukup luas, terdiri dari suku bangsa yang beragam dan bahasa yang berbeda dapat memeluk agama islam, yang tersebar dari jazirah arab yang jauhnya berjuta-juta mil. Ada apa ini?  negara yang dulunya hindu, budha, kapitayan. Tiba-tiba berubah menjadi negara yang mayoritas muslim?

Ya, itu karena bijaknya penyebar agama islam pada awal mulanya. Sebagian ahli sejarah bilang bahwa mereka adalah pedagang gujarat, tetapi ada juga yang bilang mereka adalah para sufi. Sejarah yang paling masyur dalam penyebaran agama islam adalah WALISONGO, ya mereka menggunakan pendekatan budaya dalam dakwahnya.
Sebut saja beberapa tradisi yang diISLAMISASIkan oleh Walisongo, dulu masyarakat nusantara biasa berkumpul melingkar, guna makan-makan, minum alkohol dan berbuat maksiat, sehingga walisongo memasukkan nilai islam, dengan acara kumpul melingkar membaca yasinan, plus makan-makannya tetap ada.Tidak sampai disitu, area seni seperti wayang, dan gamelan juga disisipi nilai islam, bayangkan dalam cerita asli MAHABARATA, pandawa dikisahkan 5 laki yang mengawini 1 perempuan ini adalah POLIANDRI di islam DILARANG, dengan adanya islamisasi budaya maka oleh kanjeng sunan kalijaga, ceritanya dirubah menjadi masing-masing pandawa memiliki istri.
Tidak sampai disitu, toleransi oleh walisongo tetap dijaga, misal di kudus-jawa tengah, masakan soto sampai sekarang tidak berbahan sapi, tetapi biasanay berasal dari kerbau, ya ditanya kenapa?? karena tolerannya walisongo pada penganut hindu yang menghormati/takdzim pada sapi.

Nah, itu tadi islamisasi di jawa, nah bagaimana di sulawesi? kita mulai dari sulawesi selatan.
Sulawesi selatan tidak kalah seru, jika membicarakan islamisasi di daerah ini. Sebut saja Syekh Yusuf Al Makassari, yang menanamkan nilai islam dibeberapa budaya, dulu di masyarakt sulawesi selatan, ketika berkumpul melingkar, sambil makan babi dan minum alkohol, dan membaca syair-syair ndag jelas, maka syekh menyisipkan, dengan mengganti syair-syair itu dengan pembacaan barazanji (syair-syair karangan Imam Ja'far Al Barazanji) yang berisi sejarah nabi, makan dan minumnya tetap ada tapi tentunya berlabel halal dong.Tidak sampai disitu untuk memperkenalkan, serta mendekatkan pada diri nabi sayyidina Muhammad, S. A. W maka para ulama mengadakan maulid yang dihiasi oleh telur, ya, hanya disulawesi acara maulid itu dihiasi oleh telur, kenapa? ya karena suku bugis dan makassar dipenuhi oleh dunia filsafat. Telur diacara maulid biasanya menandakan awal mula kehidupan.

Beberapa model islamisasi budaya diatas terkadang bagi mereka yang mengutamakan fiqih, biasa mengatakan "TIDAK BOLEH" hehehehe ya ya, itu wajar bagi saya :-). tetapi tahukah anda bahwa sebagian besar ulama diatas adalah selain fiqih mereka juga mendalam ilmu tasawwuf, sehingga dalam dakwahnya sangat merakyat dan dekat di hati masyarakat, sehingga sampai sekarang rasa dakwahnya tersimpan di kamus bahasa indonesia, dengan banyaknya kata serapan yang berasal dari bahasa arab.

Abah kyai semasa saya di pondok, saya perhatikan mengikuti pola dakwah para sufi, yang lebih bijaksana, dan merakyat. Menurut beliau "dakwah itu, kayak layangan, ketika angin kencang jangan langsung ditarik keras, kadang diolor dan ada waktunya ditarik keras", sekarang saya faham maksud beliau, bahwa dalam dakwah harus ada cinta dan pengetahuan, ya bener cinta, mari kita perhatikan layangan yang kita tarik keras pada saat angin kencang pasti akan putus, ya bener saja, kenapa kita tarik keras? mungkin karena supaya tidak kemana-mana (ini juga ada cinta, tapi tanpa pengetahuan), bagi mereka yang tahu bahwa setelah ada angin kencang pasti ada angin sepoy-sepoy :-) saya juga ingin mengutip kisah GusMus (K. H. A. Musthofa Bisri) dengan istri beliau di awal mengarungi bahtera rumah tangga, ya, istri beliau membuatkan opor yang kelapanya (santannya) cukup banyak, padahal Gusmus ndag suka makanan yang ada santannya ( ya ini karena ada cinta sehingga santannya cukup banyak, tetapi pengetahuannya istri beliau belumpenuh), ketika istri beliau memiliki pemahaman pada Gusmus sepenuhnya, maka hanya dengan sambel jeruk, pola makan Gusmus menjadi lahap.

Abah kyai pernah bilang, biasa ada di kolaka adat menyembelih ayam dan darahnya ditumpahkan ditanah sebelum jenazah diberangkatkan ke kuburan, kebetulan abah Kyai berada disana. Saya bertanya " kenapa tidak dilarang?, Beliau jawab" dalam dakwah harus perlahan-lahan", dan Akhirnya terbukti, orang yang pernah melakukan hal itu, saat ini sudah tidak pernah melakukannya. Saya bertanya" kok bisa, Bah? beliau jawab" ya kita dekati secara persuasif, setiap orang ketika disalahkan di depan khalayak ramai, maka hal yang baik pun akan terhalang oleh rasa malu, dan itu tidak hanya satu atau dua kali, tapi banyak kali kita dekati dengan persuasif".

No comments:

Post a Comment